Friday, 10 May 2013
Asuhan Keperawatan pada Tn.Um dengan Paraparesis Inferior di ruang Rawat Inap Penyakit Dalam Pria Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
15:31
No comments
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Paraparesis
Inferior adalah sindrom
klinis dimana prosesnya dimediasi oleh sistem imun menyebabkan cedera neural
medula spinalis dan mengakibatkan berbagai derajat disfungsi motorik, sensori,
dan autonom. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak maupun dewasa pada semua
usia. Akan tetapi puncak usia adalah antara usia 10-19 tahun dan 30-39 tahun.
(Anwar 2005)
Penyebab Paraparesis Inferior
adalah sindrom klinis berupa berbagai derajat disfungsi motorik, sensori, dan
autonom yang disebabkan oleh peradangan fokal di medula spinalis. Pasien
biasanya mengalami kecacatan karena cedera pada neural sensori, motorik dan
autonom di dalam medula spinalis. (Anwar 2005)
Gambaran klinis Paraparesis Inferior
adalah Timbulnya kelemahan yang bersifat spastik secara gradual pada tungkai
yang mengakibatkan kesukaran berjalan, Reflek tendon yang meningkat dengan
reflek plantar ekstensor, Sensorik dan fungsi saraf lain normal. Bila terjadi
mulai kanak-kanak, kaki jadi melengkung dan memendek dan terdapat
pseudokontraktur dari otot betis, mengakibatkan jalannya menggunakan ujung
jari-jari. Kadang-kadang lutut tampak fleksi ringan dan lengan ekstensi serta
adduksi. Otot lengan terkena dalam berbagai tingkatan. Tangan jadi kaku, lemah,
bicara disartri Fungsi sphincter tak terganggu, Sering bersamaan dengan
nistagmus, kelemahan saraf otak, optik atrofi, degenerasi makular pigmentasi,
ataksia, epilepsi, dementia Gambaran patologi menunjukkan degenerasi dari
traktus kortikospinalis, penipisan dari kolumna Goll, terutama regio lumbal dan
traktus spinocerebellaris. Dilaporkan juga terdapat berkurangnya sel Betz di
kornuanterior (Japardi, 2002).
Komplikasi yang terjadi berupa disfungsi neural sistem motorik, sensori dan
autonom yang berada di dalam dan melewati area peradangan. (Ngastiyah
2005).
Penatalaksanaan fokus untuk
mengurangi peradangan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberi terapi
imunomodulator seperti steroid, plasmapheresis, dan imunomodulator lain. Ketika
fase akut selesai, biasanya pasien akan meninggalkan gejala sisa yang sangat
mempengaruhi hidupnya. Lamanya fase penyembuhan tergantung terapi fisik dan
okupasi yang diberikan segera mungkin. Terapi dapat menolong pasien bertambah
kuat, mencegah dekubitus, kontaktur, dan mengajari mereka bagaimana mengkompensasi
defisit yang permanen (Ngastiyah,2005).
Masalah keperawatan yang timbul pada
pasien dengan Paraparesis
Inferior adalah disfungsi motorik, pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, dan kurang pengetahuan mengenai
penyakit.(Carpenito, 2005).
Peran perawat terhadap pasien dengan Paraparesis Inferior adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan terhadap kebutuhan dasar
manusia yang di butuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan
menggunakan proses keperawatan sehingga dapat di tentukan diagnosis keperawatan
agar bisa di rencanakan dan di laksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan
tingkat kebutuhan dasar manusia. (Hidayat A,2004).
Umumnya
serangan pertama terjadi pada umur muda 20-40 tahun, kadang-kadang
umur 12-15 tahun. Laki-laki lebih sering dari wanita. Keadaan
ini pada 60-90% penderita diikuti gejala remisis dan relaps.( Hariyono S,2003).
Melihat kompleknya permasalahan yang
timbul maka di perlukan peran perawat yang spesifik dalam menghadapi masalah
yang ada pada pasien dengan memberikan
asuhan keperawatan secara komprehensif
yang mencakup aspek Bio, Psiko, sosial, dan Spiritual.
Asuhan Keperawatan Pada An. Ds, dengan kasus Acute Flaccide Paralysis (AFP) Di Ruang Penyakit Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
15:26
No comments
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Visi
Kementerian Kesehatan adalah “Masyarakat Sehat yang mandiri dan berkeadilan.
Sedangkan misinya adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; melindungi
kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang
paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan; menjamin ketersediaan dan
pemerataan sumberdaya kesehatan; dan menciptakan tata kelola kepemerintahan
yang baik. Salah satu strateginya adalah “Meningkatkan pelayanan kesehatan
yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan serta berbasis bukti
dengan mengutamakan pada upaya promotif dan preventif”. Untuk itu
diperlukan data kesehatan dasar yang dapat dikumpulkan secara berkesinambungan
(Depkes RI, 2010)
Acute Flaccide Paralysis (AFP) adalah suatu kelumpuhan yang sifatnya mendadak dan layuh, biasanya
menyerang satu tungkai, lemas sampai tidak ada gerakan, otot bisa mengecil,
reflek fisiologis dan refleks patologis negative (Widoyono, 2008).
Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus
dengan predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan
inti motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut
akan terjadi kelumpuhan serta autropi otot (Defka, 2006).
Poliomielitis adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh infeksi virus polio dan biasanya menyerang
anak-anak dengan gejala lumpuh layuh akut (AFP= Acute Flaccid Paralysis). Program
eradikasi polio global telah dicanangkan oleh WHO dengan target dunia bebas
polio tahun 2008, sedangkan Indonesia bebas polio ditargetkan pada tahun 2005.
WHO menyatakan bahwa Indonesia harus melaksanakan Pekan Imunisasi Nasional
(PIN) yang ke IV. Oleh karena itu Indonesia melaksanakan PIN IV pada bulan
September dan Oktober 2002 (2). PIN dimaksudkan untuk meningkatkan status
antibodi anak balita sehingga dapat memutus sirkulasi virus polio liar di
masyarakat..
(Defka, 2006)
(Defka, 2006)
Penyebab Acute Flaccide Paralysis (AFP) adalah virus polio termasuk genus enterovirus, terdapat tiga tipe yaitu tipe 1,2,dan 3 ketiga virus
ini menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 adalah tipe yang paling mudah diisolasi,
diikuti tipe 3, sedangkan tipe 2 paling jarang iisolai. Tipa yang paling sering
menyebabkan bawah adalah tipe 1 (Widoyono, 2008).
Keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam
tinggi, anokersia dan muntah. Pasien perlu diberi minum banyak, 50 ml/kgBB
dalam 4-6 jam pertama berupa air teh dengan gula, sirup, susu, sari buah atau
oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi, berikan cairan rumatan 80-100
ml/KgBB dalam 24 jam berikut.
Gejala klinis Poliomielitis
terbagi menjadi empat bagian yaitu: Poliomielitis asimtomatis : Setelah masa
inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya tahan tubuh cukup baik,
maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali. Poliomielitis abortif : Timbul
mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi
virus seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri
tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen.
Poliomielitis non paralitik : Gejala klinik hamper sama dengan poliomyelitis abortif , hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk kedalam fase ke2 dengan nyeri otot. (Defka, 2006)
Poliomielitis non paralitik : Gejala klinik hamper sama dengan poliomyelitis abortif , hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk kedalam fase ke2 dengan nyeri otot. (Defka, 2006)
Peran utama dari perawat adalah sebagai pelaksana asuhan
keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik yang sehat
maupun yang sakit atau yang mempunyai masalah kesehatan/keperawatan apakah itu
dirumah, disekolah, puskesmas, panti dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan.
(Efendi, 2002).
Masalah keperawatan yang timbul pada anak dengan
Acute Flaccide Paralysis (AFP) adalah Nyeri, hipertermia, kurang
nutrisi (kurang dari kebutuhan) intoleransi aktifitas
dan kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit (Defka, 2006).
Penanganan Acute Flaccide Paralysis (AFP) minum
banyak 1,5-2 liter/24 jam dengan ait teh, gula, atau susu, Antipiretik jika
terdapat demam, Antikonvulsan jika terdapat kejang, pemberian cairan melalui
infus, dilakukan jika pasien mengalami kesulitan minum dandan nilai hematokrit
cenderung meningkat. (Suriadi, 2001).
Faktor resiko pre-eklamsi
14:12
No comments
Pre –eklamsi berat bila tidak tertangani
dengan baik maka menimbulkan eklamsi yang ditandai dengan nyeri kepala didaerah
frontal, ganguan penglihatan, mual keras, nyeri diepigastrium, dan hiperrepleksia,
bila tidak segera ditangani akan menimbulkan
kejang – kejang. pre-eklamsi ringan jarang sekali menyebabkan kematian
ibu, oleh karena itu sebahagian besar pemeriksaan anatomi-patologik berasal
dari penderita eklamsi yang meninggal. pada pemeriksaan akhir-akhir ini pada
pemeriksaan biopsy hati dan ginjal ternyata bahwa perubahan anatomi patogenik
pada alat-alat itu pada pre-eklamsi tidak banyak perubahan daripada yang
ditemukan pada eklamsi. perlu dikemukan bahwa tidak ada perubahan hispopatogenik
yang khas pada pre-eklamsi dan eklamsi. Faktor
penyebab pre-eklamsi adalah tekanan darah tinggi, proteinuria dan udema
1.1.1. Konsep
Hypertensi
Hipertensi
adalah kondisi ukuran tekanan darah ≥ 140 mmHg (sistolik) dan/atau ≥ 90 mmHg
(diastolic). Berdasarkan penyebab hipertensi di bagi menjadi 2 golongan yaitu hipertensi esessial (Primer) dan
hipertensi sekunder. (Ami, 2008)
Hipertensi
esensial biasanya hanya menunjukan gejala hipertensi tanpa gejala gejala lain.
Gejala-gejala sekunder seperti kelainan jantung arteriosklerosis umum dalam otak, penyakit ginjal, perdarahan atau
eksudat retina baru timbul apabila penyakitnya sudah lanjut.
Meningkatnya
tekanan darah disebabkan oleh meningkatnya hambatan dalam pembuluh-pembuluh
darah perifer, terutama akibat vasokontriksi umum.
Sebahagian
besar berlangsung normal sampai cukup bulan. Pada kira-kira sepertiga diantara para wanita penderita
tekanan darahnya meningkat setelah kehamilan 30 minggu tampa disertai
gejala-gejala lain. Kira-kira 20% menunjukan kenaikan yang lebih mencolok dan
dapat disertai satu gejala pre-eklamsi
atau lebih, seperti edema, proteinurea, nyeri kepala, nyeri epigastrium, muntah, gangguan visus (superimposed pre – eclamsia) , bahkan
dapat timbul serangan eklamsi dan pendarahan otak. Hipertensi esensial lebih
sering dijumpai pada multipara dalam usia lanjut, Selain itu factor keturunan
dan obesitas merupakan vaktor predisposisi.
(Wiknjosastro, 2005)
Gejala
yang paling sering yang di keluhkan pasien dengan hipertensi antara lain nyeri
kepala, gelisah pusing, jantung berdebar kencang, penglihatan kabur, rasa berat
ditengkuk mudah lelah dan sulit tidur. secara objektif ini dibuktikan dengan
pengukuran tekanan darah ( Ami, 2008).
1.1.2. Udema
Oedema ialah penimbunan cairan yang berlebih
dalam jaringan tubuh, dan dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta
pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Oedema
pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak
seberapa berarti untuk penentuan diagnosis pre-eklampsia. Hampir separuh dari
ibu-ibu akan mengalami bengkak yang normal pada kaki yang biasanya hilang
setelah beristirahat atau meninggikan kaki. Oedema yang mengkhawatirkan ialah oedema yang muncul mendadak dan
cenderung meluas. Oedema biasa
menjadi menunjukkan adanya masalah serius dengan tanda-tanda antara lain: jika
muncul pada muka dan tangan, bengkak tidak hilang setelah beristirahat, bengkak
disertai dengan keluhan fisik lainnya, seperti: sakit kepala yang hebat,
pandangan mata kabur dll. Hal ini dapat merupakan pertanda anemia, gagal
jantung atau pre-eklampsia. (Depkes RI, 2005)
1.1.3. Proteinuria
Proteinuria adanya protein serum yang berlebihan dalam
urine, seperti pada penyakit ginjal atau setelah latihan pisik yang berat
(Dorland, 2012)
Protein darah dalam bentuk albumin dan gamaglobulin dapat
menurun pada triwulan pertama, sedangkan fibrinogen meningkat. Pada post partum
dengan terjadinya hemokonsentrasi dapat terjadi tromboflebitik (Manuaba, 2011)
Penyebab proteinuria adalah
-
Sekret vagina atau
cairan amnion dapat mengkontaminasi urine sehingga terdapan proteinuri
-
Kateteritasi tidak
dianjurkan karena dapat mengakibatkan infeksi
-
Infeksi kandung
kencinf, anemia berat, pajah jantung, partus lama juga dapat menyebabkan
proteinnuria
-
Darah dalam urine,
skitosomiassis, kontaminasi darah vagina dapat menghasilkan proteinuria positif
palsu.
Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Faktor Resiko Pre-Eklamsi Di Wilayah Kerja Puskesmas
14:06
No comments
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Di Indonesia penderita hipertensi
diperkirkan sebesar 15 juta orang. hanya 4 % yang hipertensi terkotrol
(controlled hypertension). Hipertensi terkontrol berarti mereka yang menderita
hipertensi dan tahu bahwa mereka menderita hipertensi dan sedang berobat untuk
itu. Sebagai gambaran umum tentang hipertensi adalah prevalensi penderita
hipertensi 6 – 15 % pada orang dewasa, sebagai suatu proses degenerative,
hipertensi tentu hanya ditemukan pada orang dewasa. Ditemukan kecendrungan
peningkatan prevalensi menurut peningkatan umur. 50 % penderita tidak menyadari
sebagai penderita hipertensi, karena iu mereka cenderung menderita hipertensi
lebih berat karena tidak berubah dan menghindari faktor resiko. 70 % adalah
hipertensi ringan, karena itu hipertensi banyak diacuhkan atau diabaikan sampai
saat menjadi ganas (hipertensi maligna). 90 % hipertensi esensial adalah mereka
dengan yang menderita hipertensi yang tidak diketahui penyebab utamanya,
artinya sulit untuk mencari bentuk intervensi dan pengobatannya (Busman, 2000)
Dengan kurangnya pengetahuan tentang
hipertensi mengakibatkan sikap penderita hipertensi tentang pola makan menjadi
tak terkontrol yang mengakibatkan penderita tidak menghindari faktor resiko
hipertensi (Ami, 2008)
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Reskesdes)
2007 bahwa prevalensi stroke di Indonesia 8,3 % per 1000 penduduk pada kelompok
umur 55 – 64 tahun, Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia
baik didaerah perkotaan maupun didaerah pedesaan (Depkes RI, 2009).
Setiap tahun sekitar 50.000 ibu
meninggal dunia karena eklamsi (dullay,1994). Insiden eklamsi dinegara
berkembang berkisar dari 1 : 100 sampai 1 : 1700 (Crowther, 1985) karena itu
kejadian kejang harus dihindari.(Depkes RI, 2005)
WHO menyatakan 5 % kematian ibu
disebabkan oleh eklamsi, Hasil survey Kesehatan rumah tangga (SKRT)1995
mengatakan 13 % kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh eklamsi (Depkes,
2002)
Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
di Indonesia masih jauh dari keadaan yang diharapkan karena besarnya jumlah ibu
dan bayi mati. Dari sekitar 5 juta kehamilan pertahun, sekitar 20.000 kehamilan
berakir dengan kematian ibu. Akibatnya Indonesia memiliki angka kematian ibu
(AKI) yang tertinggi diantara Negara – Negara ASEAN, yaitu 334 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 1997 karena itu upaya kesehatan ibu dan bayi baru
lahir menjadi upaya prioritas dalam bidang kesehatan(Depkes RI, 2005)
Penyebab langsung kematian ibu
terutama disebabkan pendarahan 50%, Eklamsi 13 %, Infeksi 10%, Komplikasi Aborsi
11%, partus lama 9%, dan penyebab tidak langsung 15%. Komplikasi kehamilan dan
persalinan dialami oleh 15 – 20 % dari seluruh kehamilan dan kebanyakan terjadi
di sekitar saat persalinan. Terjadinya komplikasi sulit diperkirakan sehingga
sering muncul secara mendadak. Pertolongan terhadap komplikasi ini memerlukan
tindakan yang cepat dan tepat (dalam waktu kurang dari 2 jam) agar nyawa ibu
dan janinnya dapat diselamatkan (DepKes RI, 2004)
Penyakit Hipertensi merupakan
penyakit menahun yang telah diderita ibu hamil sebelum kehamilananya, Kehamilan
dengan hipertensi merupakan kehamilan yang beresiko terhadap terjadinya
pre-eklamsi yang bila tidak tertanggani dengan baik akan berubah menjadi
eklamsi.
Di Indonesia eklamsi masih
merupakan penyebab utama kematian ibu disamping pendarahan dan infeksi, dan
sebab kematian perinatal yang tinggi, oleh karena itu diaknogsa dini pre –
eklamsi yang merupakan tingkat
pendahuluan eklamsi sangat diperlukan, serta penanganannya perlu segera
dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan
bahwa syndrome pre – eklamsi ringan dengan hipertensi, udema dan proteinuria
sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan,
sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul pre – eklamsi berat
bahkan eklamsi.
Dengan pengetahuan ini menjadi
jelas bahwa pemeriksaan ante natal, yang teratur dan secara rutin mencari tanda
– tanda pre-eklamsi, sangat penting dalam upaya mencegah pre-eklamsi berat dan
eklamsi. (wiknjosastro, 2005)
Subscribe to:
Posts (Atom)