Monday 14 January 2013

Gambaran pengetahuan dan Karakteristik Keluarga Dengan Balita Berat Badan Dibawah Garis Merah (BGM)



BAB I
PENDAHULUAN


1.1.   Latar Belakang
Memiliki anak sehat dan cerdas adalah dambaan setiap orang tua. Untuk mewujudkan tentu saja orang tua harus selalu memperhatikan, mengawasi dan merawat anak secara seksama, khususnya memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya (Sulistijani, 2004)
Anak balita sedang mengalami proses pertumbuhan yang sangat pesat, sehingga memerlukan zat-zat makan yang relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih tinggi. Hasil pertumbuhan menjadi dewasa, sangat tergantung dari kondisi gizi dan kesehatan sewaktu masa balita. (Ahmad Djaeni, 2000)
Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak meliputi gizi kurang atau yang mencakup susunan hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Anak balita (1-5 tahun) merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (KEP) atau termasuk salah satu kelompok masyarakat yang rentan gizi. (Ahmad Djaeni, 2000)
Di negara berkembang anak-anak umur 0 – 5 tahun merupakan golongan yang paling rawan terhadap gizi. Kelompok yang paling rawan di sini adalah periode pasca penyapihan khususnya kurun umur 1 – 3 tahun. Anak-anak biasanya menderita bermacam-macam infeksi serta berada dalam status gizi rendah (Suhardjo, 2003).
Pemantauan pertumbuhan bayi berarti melakukan pengecekan secara regular terhadap bayi, bahwa pertumbuhannya sesuai dengan lajur hijau KMS pertumbuhan sesuai dengan umurnya. Beragam cara pengukuran digunakan untuk menafsir pertumbuhan salah satu diantaranya adalah berat badan menurut umur. Pengukuran yang berulang dan seksama akan memberi  perbandingan  dengan pengukuran sebelumnya akan diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan bayi sedikit atau sesuai standar. (Manefee, 2008)
Menurut Nency dan Arifin (2005), anak dengan berat badan dibawah garis merah masih seperti anak-anak normal, beraktivitas, bermain dan sebagainya, tetapi bila diamati dengan seksama badannya mulai kurus dan staminanya mulai menurun. Pada fase lanjut (gizi buruk) akan rentan terhadap infeksi, terjadi pengurusan otot, pembengkakan hati, dan berbagai gangguan yang lain seperti misalnya peradangan kulit, infeksi, kelainan organ dan fungsinya (akibat atrophy/pengecilan organ tersebut). Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi
Faktor primer yang menyebabkan masalah gizi adalah ketidaktahuan masyarakat tentang gizi dan kebiasaan makan yang salah, sedangkan faktor sekunder meliputi semua faktor yang mempengaruhi asupan makanan, pencernaan, penyerapan dan metabolisme gizi, seperti cacat bawaan atau fisik pada fungsi maupun anatomi organ pencernaan. Menurut Almatzier (2009), kekurangan zat gizi secara umum menyebabkan gangguan pada proses pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak serta perilaku anak yang mengalami kurang gizi tersebut.
Masalah Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia, kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian. Masalah gizi pada Balita erat kaitannya dengan pola konsumsinya, perlu mendapatkan perawatan dalam pemberian makanan (Amos, 2000).
Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak memiliki kategori sangat pendek. Keadaan ini berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian balita (Depkes RI, 2011)

0 komentar:

Post a Comment