Sunday 12 May 2013

TINGKAT PENGETAHUAN AKSEPTOR KB TENTANG SUNTIKAN DI BPS




 
BAB  I
PENDAHULUAN



1.1.  Latar Belakang Masalah
Masalah kependudukan dewasa ini merupakan masalah penting yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari peminat dan ahli kependudukan, baik di seluruh dunia maupun di Indonesia. Pertambahan penduduk yang tidak terkendali, dapat membahayakan aspirasi penduduk untuk memperbaiki tingkat hidupnya, melalui usaha dan upaya pembangunan. Peledakan penduduk pada akhirnya akan menyukarkan pemerataan kemakmuran masyarakat itu sendiri. (Mochtar, 1998).
Program kependudukan keluarga berencana merupakan sarana untuk mencapai suatu masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera sesuai dengan kerangka cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mencapai cita-cita tersebut disusunlah suatu kerangka pembangunan program Kependudukan Keluarga Berencana. Di Indonesia perkembangan Keluarga Berencana dimulai dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) sampai berdirinya Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Keluarga berencana merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita. Peningkatan dan perluasan pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu usaha menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang demikian tinggi akibat kehamilan yang dialami wanita. Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit, tidak hanya karena keterbatas jumlah metode tersedia, tetapi juga karena metode-metode tertentu mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB (Keluarga Berencana), kesehatan individu dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi. (Depkes RI, 1998).
Pelayanan keluarga berencana yang merupakan salah satu didalam paket pelayanan kesehatan reproduksi esensial perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena dengan mutu dan pelayanan KB berkualitas diharapkan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Dengan berubahnya paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang berfokus pada kesehatan reproduksi serta hak reproduksi. Maka pelayanan KB harus menjadi lebih berkualitas serta memperhatikan hak-hak dari klien/ masyarakat dalam memilih kontrasepsi yang diinginkan. (Saifuddin, 2003).
Menurut WHO keefektifan Metode Amenorea Laktasi (MAL) ini mencapai 98% bagi ibu yang menyusui secara ekslusif selama 6 bulan pasca persalinan dan sebelum menstruasi setelah melahirkan. (Prawirohardjo, 2003).
Keberhasilan program Keluarga Berencana selama 3 dasa warsa telah dianggap berhasil ditingkat Internasional. Hal ini tampak dari penurunan anghka kesuburan total (TFR) sebesar 50 % yaitu 5,6 pada tahun 1967 menjadi 2,8 pada tahun 1997dan 2,6 pada tahun 2002-2003. Pencapaian ini memberikan kontribusi nyata dalam penurunan angka laju pertumbuhan penduduk dari 2,31 pada tahun 1980 menjadi 1,98 pada tahun 2000. Demikian pula keberhasilan program KB di Indonesia angka cakupan pelayanan KB mencapai 60,3 % pada tahun 2002-2003. Alat kontrasepsi yang digunakan dalam program KB dewasa ini adalah yang mengunakan alat kontrasepsi Pil 31,9 %, IUD 8,9 %, KB suntik 18,4 %, Implan 2,7% dan kondom 38,8 %.

0 komentar:

Post a Comment