Wednesday 6 February 2013

Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk





Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah  Dengue (PSN-DBD) adalah seluruh kegiatan masyarakat bersama pemerintah yang dilakukan secara keseimbangan untuk mencegah dan menanggulangi penyakit DBD, terutama dalam memberantas jentik nyamuk penularan, sehingga penularan penyakit DBD dapat dicegah atau dibatasi.
Sasaran Gerakan PSN-DBD adalah agar semua keluarga dan pengelola tempat umum melaksnakan PSN-DBD serta menjaga kebersihan di lingkungannya masing-masing, sehingga bebas dari jentik nyamuk aedes aegypty. Selain itu tentang gerakan ini, semua keluarga juga diharapkan untuk (Depkes, 2001) :
a.       Melakukan konsultasi (memeriksakan) kepada petugas kesehatan jika ada anggota keluarga yang sakit dan diduga menderita penyakit DBD, karena penderita penyakit ini perlu segera mendapat pertolongan.
b.      Melaporkan kepada Kepala Desa/ Kelurahan, jika ada anggota keluarga yang menderita penyakit DBD, agar dilakukan pergerakan masyarakat di sekitarnya guna mencegah meluasnya penyakit ini.
c.       Membantu kelancaran penanggulangan kejadian penyakit DBD yang dilakukan oleh petugas kesehatan.
Sasaran wilayah yang diprioritaskan adalah Kecamatan endemis dan Kecamatan sporadis. Di wilayah ini, pada akhir pelita VI diharapkan angka kesakitannya menjadi kurang dari 30 per 10.000 penduduk dan persentase rumah/tempat umum yang bebas jentik (ABJ : Angka Bebas Jentik) mencapai angka 95 % atau lebih (Depkes RI, 1999).
Metoda yang digunakan adalah pendekatan edukatif dan persuasif melalui berbagai kegiatan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat. Gerakan PSN-DBD di Desa/kelurahan dikoordinasikan oleh kelompok kerja pemberantasan penyakit DBD atau disingkat pokja DBD, yang merupakan forum koordinasi lintas program/sektoral dalam pembinaan upaya pemberantasan penyakit DBD yang secara organisasi berada di bawah serta bertanggung jawab kepada Ketua Harian Tim Pembina LKMD (Warta DBD, 2001).

2.1.    Pokok-Pokok Kegiatan Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk
2.1.1.      Penggerakan PSN-DBD di Desa/Kelurahan
Sasaran penggerakan pemberantasan sarang nyamuk di Desa/ kelurahan adalah keluarga yaitu dilaksanakannya pemberantasan sarang nyamuk di rumah-rumah secara terus menerus. Kegiatan rutin penggerakan pemberantasan sarang nyamuk meliputi :
a.       Kunjungan rumah berkala sekurang-kurangnya tiap 3 bulan (untuk penyuluhan dan pemeriksaan jentik) oleh kader di Tingkat RT/RW, Kader Dasawisma atau tenaga lain sesuai kesepakatan masyarakat setempat. Pelaksanaan kegiatan kunjungan rumah berkala ini dibimbing oleh Kader Tingkat Desa/Kelurahan (kader inti) yang telah dilatih oleh petugas Puskesmas.
b.      Penyuluhan kelompok masyarakat oleh kader dan tokoh masyarakat, di posyandu, tempat ibadah dan di tempat pertemuan-pertemuan masyarakat.
c.       Kerja bakti pemberantasan sarang nyamuk dan kebersihan lingkungan secara berkala.

2.1.2.      Penyuluhan, Motivasi dan Pemantauan Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk.
Penyuluhan kepada masyarakat luas dilaksanakan melalui media masa    seperti : TV, radio, bioskop, surat kabar, majalah dan sebagainya. Motivasi tentang pemberantasan sarang nyamuk bisa dilakukan antara lain misalnya lomba PSN antar Desa.
Pemantauan Penggerakan PSN-DBD di Desa dipantau secara berkala minimal 3 bulan oleh Pokjanal DBD Tingkat Kecamatan dan Pokjanal DBD Tingkat Kabupaten/Kodya. Pemantauan dilaksanakan antara lain dengan melakukan Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) pada sejumlah sampel rumah.
Sebagai indikator kebersihan penggerakan PSN-DBD yang digunakan adalah Angka Bebas Jentik (ABJ) yaitu persentase rumah yang tidak dikemukakan jentik. Hasil pemantauan disajikan dalam form PWS PSN-DBD dibahas dalam pertemuan berkala oleh masing-masing instansi/lembaga yang bersangkutan.

2.2.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat dalam Melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegypty
Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat melakukan pemberantasan sarang nyamuk aedes aegypty dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, sikap, ketersediaan sarana dan sosial ekonomi masyarakat. Hambatan yang ada yaitu bahwa pemahaman/ pengetahuan masyarakat mengenai DBD cukup baik (Handarwan, 1999)
Ilmu perilaku adalah suatu multi disiplin ilmu. Maksudnya pengkajian ilmu perilaku itu menyangkut banyak aspek yang dikaji oleh ilmu-ilmu yang lain. Hal ini memang disebabkan karena perilaku itu sendiri merupakan refleksi dari berbagai macam aspek fisik maupun non fisik (Notoatmodjo, 1993)
Dalam hal ini termasuk penggunaan obat anti nyamuk karena sudah merupakan kebiasaan yang dilakukan sehingga masyarakat menjadi suatu hal yang sering dilakukan. Namun jika dikaitkan dengan cara pemberantasan nyamuk tidak efektif karena pengusiran nyamuk yang dilakukan hanyalah bersifat sementara.
Para ahli berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku amatlah komplek tergantung dari situasi dan kondisi orang.
1.      Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan yang dimaksud di sini adalah pengetahuan ibu-ibu rumah tangga dalam pemberantasan nyamuk aedes aegypty agar terhindar dari penyakit DBD. Pengetahuan masyarakat tentang pemberantasan sarang nyamuk sangat penting. Pengetahuan merupakan yang penting dalam membentuk prilaku seseorang (Riyadi, 2001). Pengetahuan memegang peranan penting dalam peningkatan hidup sehat, sehingga usaha pemberantasan sarang nyamuk dapat dilaksanakan oleh masyarakat secara baik dan memahami terhadap kebersihan lingkungan. mengemukakan, pengetahuan merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan hidup sehat serta mempunyai wawasan terhadap pengelolaan lingkungan yang bersih dan sehat. (Depkes RI, 2000)
2.      Sikap
Menurut Newcomb (1999), sikap adalah kesiapan dan kesediaan untuk bertindak seseorang terhadap hal-hal tertentu kemudian dilahirkan dalam perilaku. Sikap merupakan kecendrungan untuk bertingkah laku seseorang terhadap sesuatu hal termasuk dalam pemberantasan nyamuk aedes aegypty.
Sikap masyarakat terlihat dari positif atau tidak merespon keadaan yang terjadi yang diamatinya, sikap positif terhadap pemberantasan sarang nyamuk akan diketahui dari kemauan ibu-ibu serta usaha yang dilakukan sehingga akan tergambar lingkungan yang bebas dari sarang nyamuk malaria. Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Menurud Harold Browd (1988) sikap seseorang terhadap pemberantasan sarang nyamuk tergambar dari ada reaksi, atau respon terhadap usaha-usaha yang dilakukan, baik dalam penyediaan fasilitas maupun pelaksanaan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk. Sikap seseorang menunjukkan kepeduliaan, setuju serta mempunyai respon yang positif terhadap prilaku hidup bersih.
Sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan, untuk terwujudnya sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan.
Sikap merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi ibu-ibu rumah tangga dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk aedes agypty, terutama dalam menjaga lingkungan, hal ini berkaitan dengan pencegahan dan pengobatan. Sikap masyarakat jika mereka telah terserang bagaimana sikap yang akan mereka ambil hal ini juga sangat berkaitan dengan tingkat pengetahuan yang mereka miliki.
3.      Ketersediaan Fasilitas
Fasilitas kerja merupakan salah satu faktor penting yang turut membangkitkan semangat kerja petugas. Ketersediaan fasilitas kerja merupakan salah satu faktor kelancaran kerja sehingga pelayanan kesehatan kepada masyarakat dapat lebih bermutu tanpa adanya fasilitas kerja akan sulit melaksanakan program kerja yang telah direncanakan. Menurunnya Azwar (1996) semangat kerja akan berpengaruh terhadap rendahnya produktivitas kerja yang diakibatkan oleh ketiadaan fasilitas kerja. Fasilitas kerja perlu tersedia dalam jumlah yang sangat memadai sehingga pelaksanaan kerja dapat berjalan dengan baik. Azwar (1996). Menyediakan bubuk pembunuh jentik, memasang kawat-kawat kasa pada ventilasi, menyediakan alat penyemprot nyamuk, Azwar (1996).
4.      Tindakan
Untuk terwujudnya suatu sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas diperlukan juga faktor lingkungan (support) dari pihak lain. Menurut Poerwodarminto. (1976) (dalam buku Soekitjo, ilmu kesehatan masyarakat) tindakan atau praktek adalah aturan yang dilakukan, melakukan, mengadakan aturan-aturan untuk mengatasi sesuatu atau perbuatan. Tindakan dalam praktek mempunyai beberapa tingkatan.
  1. Persepsi (perception)
Yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama, misalnya seorang ibu dapat menjaga kebersihan lingkungan rumahnya.
  1. Respon tersimpan (guide respon)
Yaitu seseorang yang dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contohnya, hal ini merupakan indikator praktek tingkat ke dua, misalnya seseorang ibu dalam memasak air sebelum diminum dan menjaga sanitasi.
  1. Mekanisme (mecanism)
Yaitu seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sudah merupakan suatu kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat ketiga.
  1. Adaptasi (Adaptation)
Yitu merupakan suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut, misalnya seorang ibu dapat memilih dan menggunakan fasilitas kesehatan jika dalam keluarganya terjadi diare (Soekidjo, 2003).
5.      Sosial Ekonomi
Menurut Pratama (2002) tingkat ekonomi yang tinggi memungkinkan anggota keluarga untuk memperoleh kebutuhan yang lebih, misalnya bidang pemeliharaan kesehatan pendidikan serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya. Keadaan sosial ekonomi (kemiskinan, orang tua yang tidak bekerja atau berpenghasilan rendah) akan mengurangi pengeluarannya untuk mendapatkan kebutuhan, sehingga tidak berkemampuan untuk meningkatkan kebutuhan sehari-hari (Pratama, 2002). Sosial ekonomi keluarga erat kaitannya dengan tingkat pendapatan bagi keluarga yang berpenghasilan tinggi, maka pemanfaatan pelayanan kesehatan dan pencegahan penyakit, dalam hal ini rendahnya kemampuan masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan, karena kurangnya daya beli yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk pemeliharaan kesehatan (Notoatmodjo, 1996).

2.3.    Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegypty di Masyarakat
Gerakan 3 M merupakan upaya masyarakat yang efektif dalam pemberantasan penyakit DBD, dapat dilaksanakan secara massal dan murah sehingga gerakan 3 M dapat membudaya dimasyarakat (Depkes RI, 2001).
  1. Menguras tempat penampungan air (1 kali seminggu)
  2. Menutup rapat tempat penampungan air sehingga nyamuk tidak dapat masuk
  3. Menguburkan barang-barang bekas, sampah, botol-botol, kaleng-kaleng, tempurung kelapa dan lain-lain.
Untuk terlaksananya kegiatan tersebut, maka pemerintah perlu memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang tujuannya adalah :
  1. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam PSN
  2. Meningkatkan peran aktif Pekjanal, Pokja DBD
  3. Menggalang kemitraan lintas sektor, lintas program dan masyarakat
  4. Meningkatkan lingkungan masyarakat yang bebas dari jentik aedes aegypty
  5. Meningkatkan kualitas pelayanan pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD.
pokok-pokok kegiatan bulan bakti gerakan 3 M sebagaimana disebutkan (Suratno, 2002) meliputi :
1.      Penyuluhan insentif melalui berbagai media seperti televisi, radio, surat kabar dan lain-lain, penyuluhan kelompok maupun penyuluhan kader-kader.
2.      Kerja bakti secara serentak dikoordinasikan oleh kepala wilayah setempat untuk membersihkan lingkungan termasuk tempat-tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari.
3.      Kunjungan dari rumah ke rumah untuk memeriksa jentik tempat-tempat yang dapat menjadi perindukan nyamuk oleh tenaga terlatih dan menaburkan bubuk abate, altosid pada tempat penampungan air yang masih ada jentik nyamuk.
Masyarakat perlu jeli dan cepat tanggap terhadap keluagarnya terkena penyakit demam berdarah serta perlu mengenal ciri-ciri terserang penyakit demam berdarah. Keputusan yang diambil masyarakat harus tepat, sehingga sipenderita demam berdarah dapat langsung ditanggulangi sebelum bertambah parah.
  1. Penyemprotan (pengasapan)
Penyediaan sarana dalam usaha penanggulangan penyakit demam berdarah sangat diperlukan, tanpa adanya fasilitas maka usaha tersebut sulit untuk mencapai keberhasilan. Satu-satunya cara mencegah demam berdarah hanya dengan membasmi nyamuk, nyamuk pembawa virus demam berdarah, karena membunuh virusnya belum bisa, virus dengue masih terus tumbuh. Kita tidak bisa memberantasnya dari muka bumi, karena virusnya dibawa nyamuk, maka nyamuklah yang paling mungkin diberantas. Tanpa nyamuk virus tak mungkin berpindah, tidak mungkin memasuki tubuh manusia (Handrawan,1999).
  1. Abatisasi
Perlu dilakukan abatisasi yaitu masyarakat harus menabur bubuk abate ke tempat-tempat penyimpanan air, seperti bak penyimpanan air, kolam ikan yang ada di sekeliling rumah dan sebagainya, manfaat dari kegiatan abatasi ini adalah untuk membunuh jentik-jentik nyamuk yang bersarang dan tidak mudah berkembang biak. Sasaran kegiatan abatasi ini adalah untuk setiap rumah penduduk yang lingkungannya kumuh dan mudah tergenang banjir. Karena penyakit demam berdarah adalah penyakit akibat lingkungan buruk juga dapat mempengaruhi timbulnya penyakit ini. Sama seperti kolera, typus dan disenteri. Lingkungan hidup disekitar kita harus dibersihkan, untuk menvegah wabah demam berdarah, lingkungan harus bebas dari genangan air. Menjelang musim penghujan semua rongsokan dan barang bekas berupa wadah disingkirkan, pekarangan rumah harus bebas dari semua sampah (Handrawan, 1996).
  1. Upaya Penyuluhan
Upaya penyuluhan merupakan salah satu cara penanggulangan penyakit demam berdarah, oleh karena itu perlu masyarakat diikut sertakan dalam kegiatan penyuluhan, yang tujuannya adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat serta memberikan berbagai pemahaman tentang usaha hidup bersih, khususnya masyarakat yang berpendidikan rendah, anak-anak sekolah, guru dan lainnya sehingga dengan adanya penyuluhan, diharapkan masyarakat dapat mencegah timbulnya penyakit demam berdarah yaitu dengan pembersihan lingkungan tempat tinggal.
Cara pemberantasan sarang nyamuk yang perlu dilakukan masyarakat, menurut Hendrawan (1999) antara lain :
1.      Gerakan membasmi jentik atau larva nyamuk. Caranya dengan membunuh jentik nyamuk kebun memakai obat bernama abate. Obat ini mirip garam dapur, bubuk abate ditaburkan dalam wadah-wadah air di dalam rumah. Setelah ditaburkan obat ini akan membuat lapisan pada dinding wadah yang ditaburi obat ini. Lapisan ini bertahan beberapa bulan kalau tidak disikat.
2.      Wadah yang ada lapisan obat abate ini tidak disukai jentik nyamuk kebun, jentik nyamuk akan mati, semua wadah di dalam rumah setelah ditaburi obat ini tidak dihuni jentik nyamuk. Termasuk wadah tempat penampungan air minum. Dalam takaran yang tepat obat abate tidak berbahaya, air yang sudah ditaburi obat ini dengan dosis tepat, tidak beracun bagi tubuh manusia, air tetap boleh diminum tanpa membahayakan kesehatan.
3.      Kolam ikan pun perlu ditaburi abate, dengan takaran yang tepat ikan tidak akan mati, atau memelihara jenis ikan tertentu, mujahir, misalnya malah menguntungkan. Ikan ini memakan jentik nyamuk, kolam yang demikian tidak perlu ditaburi obat abate.
4.      Wadah air di dalam rumah yang telah ditaburi abate tidak boleh disikat sebelum 3 bulan, air cukup dikuras tanpa menyikat atau menggosok dinding bagian dalamnya, karena jika menyikat atau menggosok dinding bagian dalamnya, lapisan obat abatenya akan hilang, sifat anti jentik nyamuk hilang.
5.      Abatasi dilakukan menjelang musim hujan, pada daerah-daerah yang endemis demam berdarah, abatasi dilakukan sebagai sebuah gerakan, dinas kesehatan kota sampai tingkat kecamatan, kelurahan atau Desa.
Depkes RI (2002) mengemukakan usaha pemberantasan sarang nyamuk malaria dapat dilakukan dengan penyuluhan, tersedianya sarana dan prasarana serta peran serta masyarakat. Handrawan (1999) pengetahuan, sikap, pendidikan, sarana/fasilitas dan sosial ekonomi. Prathama (2002) pendidikan, fasilitas dan pendapatan.

1 komentar: