Tuesday 29 January 2013

Faktor Resiko Infark Miokard



Penyakit jantung merupakan penyakit tersering dengan tingkat kematian di Eropa mencapai hampir 48%. Kehadiran penyakit jantung erat hubungannya dengan faktor risiko jantung yang dimiliki oleh seseorang. Meningkatnya proporsi populasi usia tua di dunia juga menjadi dasar sebab meningkatnya kejadian penyakit jantung. Oleh karena itu, pengontrolan terhadap faktor risiko merupakan salah satu bagian penting dari manajemen penyakit jantung secara keseluruhan yang optimal.
Faktor risiko penyakit jantung dapat digolongkan pada 3 kriteria utama yaitu risiko tinggi, sedang dan rendah. Risiko tinggi memerlukan terapi definitif untuk menghilangkan risiko tersebut, risiko sedang memerlukan intervensi preventif dengan tetap memperhatikan keamanan dan efikasi intervensi, sedangkan risiko rendah “hanya” memerlukan prevensi primer. Meningkatnya kategori risiko berkaitan dengan meningkatnya risiko terjadinya infark miokard pada seseorang, yang hanya <10% pada kelompok risiko rendah dan menjadi >20% pada kelompok risiko tinggi  .
Faktor risiko juga dapat digolongkan menjadi 2 kategori lain yang berbeda, yakni faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi. Beberapa faktor risiko yang sering ditemukan antara lain kadar kolesterol darah tinggi, kadar LDL (Low Density Lipoprotein) tinggi, kadar trigliserida tinggi, hipertensi, diabetes, obesitas, aktivitas fisik yang kurang, serta merokok. Semua faktor risiko tadi merupakan faktor risiko yang dapat dikontrol, baik dengan perubahan gaya hidup maupun medikasi. Sedangkan usia tua, jenis kelamin wanita dan riwayat penyakit jantung pada keluarga merupakan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi  .
Hasil penelitian yang dirilis oleh Interheart Study menyatakan adanya 90% keterkaitan antara 9 faktor risiko dengan kejadian infark miokard yang pertama, dengan 70% nya merupakan keterkaitan dengan kebiasaan merokok. Faktor risiko lain meliputi hipertensi, diabetes, obesitas sentral, kurang aktivitas, faktor psikososial, rendahnya konsumsi buah dan sayur, konsumsi alkohol, serta rasio ApoB/ApoA 1.
Infark Miokard lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita. Penyakit jantung koroner merupakan salah satu faktor resiko yang sering terjadi pada infark miokard, selain itu faktor resiko yang menyebabkan infark miokard seperti hipertensi, dislipidemia, diabetes. Sejumlah faktor resiko lain yang berkaitan dengan gaya hidup pada penyakit jantung koroner juga dapat menjadi faktor resiko dari infark miokard seperti stres, obesitas, merokok, dan kurangnya aktivitas fisik. Infark Miokard dengan elevasi gelombang ST (STEMI) pada pemeriksaan Ekokardiografi umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu, STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
Terdapat 8 karakteristik seseorang dikatakan hidup sehat seperti dipublikasikan oleh Panduan Klinis Eropa, yakni tidak merokok, memilih makanan yang sehat, melakukan aktivitas fisik setidaknya 30 menit per hari, BMI <25 kg/m2, tekanan darah <140/90 mmHg, kolesterol total <190 mg/dl, LDL <115 mg/dl dan kadar glukosa <110 mg/dl.
Kebiasaan merokok sendiri merupakan satu faktor risiko independen penting yang sebenarnya dapat dicegah. Kebiasaan merokok ini diperkirakan menjadi penyebab sekitar 30% penyakit gagal jantung. Pada suatu penelitian, didapatkan data penurunan risiko kematian akibat infark miokard setelah berhenti merokok (RR 0,64; 95% CI 0,58-0,71) serta penurunan kejadian infark miokard non fatal (RR 0,68; 95% CI 0,57-0,82).
Keterkaitan aktivitas fisik yang cukup dengan risiko penyakit jantung nyata terlihat dengan hasil metaanalisis dimana aktivitas fisik yang cukup dapat menurunkan risiko kematian total sebesar 27% dan risiko kematian akibat jantung sebesar 31%. Meskipun faktor risiko ini dapat dicegah, namun setidaknya 60% populasi global dinyatakan gagal memenuhi rekomendasi minimum aktivitas 30 menit per hari .
Keterlibatan obesitas sentral sebagai salah satu faktor risiko bersifat kompleks karena melibatkan beberapa kadar lipid dan glukosa dalam darah, yang masing-masing juga memiliki risiko independen terhadap penyakit jantung. Hipertensi sendiri, yang memiliki keterlibatan lebih dari 50% dari semua penyakit jantung di dunia, merupakan faktor risiko tersembunyi yang terkait usia. Sehingga perlu untuk dilakukan screening tekanan darah terutama saat usia menginjak 50 tahun, dimana risiko hipertensi sudah mulai meningkat .
Dalam dekade terakhir peran kondisi psikososial terhadap kejadian penyakit jantung koroner semakin terlihat nyata. Kondisi psikososial yang dimaksud adalah depresi yang secara klinis meningkatkan kejadian ulang penyakit jantung pada seseorang. Meski demikian, terapi medikasi depresi hingga saat ini belum terbukti dapat menurunkan risiko tersebut, sehingga peran dukungan sosial menjadi prioritas.
Penyakit jantung dapat dicegah. Dengan kompleksitas faktor risiko terhadap penyakit jantung yang ada, perhatian sudah seharusnya diberikan pada faktor-faktor yang dapat dimodifikasi dengan melakukan tindakan preventif dan promotif. Dengan demikian diharapkan tingkat kejadian penyakit jantung maupun kesakitan dan kematian karenanya dapat berangsur turun.

0 komentar:

Post a Comment