Thursday 17 January 2013

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN FRAKTUR FEMUR DI RUANG BEDAH RUMAH SAKIT UMUM



BAB I
PENDAHULUAN
                     
A. Latar Belakang
Fraktur adalah 1. pemecahan suatu bagian khususnya tulangp, 2. Pecah atau ruktur pada tulang. ( Dorland,2012)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan umumnya di sebabkan oleh ruda paksa. ( Sneltzer,C, 2002)
Fraktur femur dapat terjadi pada beberapa tempat, bila bagian kaput, colum, atau trokhanterik femur yang terkena, terjadilah fraktur pinggul. Fraktur juga dapat terjadi pada batang femur dan diaerah lutut (Fraktur Suprakondiler dan kondiler) ( Sneltzer,C, 2002)
Fraktur di bagi dalam beberapa jenis, yaitu fraktur komplet, yaitu patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran  (bergeser
dari posisi normal), fraktur tidak komplet, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang, fraktur tertutup (fraktur simple) tidak menyebabkan robeknya kulit, fraktur terbuka (fraktur komplikata/ kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membrane mukosa sampai kepatahan tulang (Smeltzer, 2002).
Penyebab fraktur adalah trauma yaitu Dibagi menjadi dua, yaitu: Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah   trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan). Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtu.( Hidayat, 2008)
Tanda dan gejala fraktur adalah Nyeri hebat di tempat fraktur. Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah. Rotasi luar dari kaki lebih pendek. Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur, deformitas (Hidayat, 2008)
Fraktur sering kali terjadi di negara kita, khususnya di kota. Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Fraktur sering terjadi pada laki-laki remaja dan dewasa yang umumya sering menggunakan kenderaan dan melakukan aktivitas berat yang tidak terkontrol. Negara indonesia, kasus fraktur femur sangat tinngi. Trauma merupakan pembunuh nomor tiga di indonesia. Menurut data Kepolisian Republik Indonesia tahun 2003, jumlah fraktur fibula di jalan mencapai 13.399 kejadian 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu,rata-ratasetiap hari, terjadi 40 fraktur femur yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia. (Amrizal, 2007)
Menurut data penulis peroleh dari buku register Ruang Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah  mulai September 2010 sampai dengan September 2011 jumlah pasien yang di rawat 2060 orang menderita fraktur dengan persentase 9.56%.( Rumah Sakit Umum Daerah , 2011)
Penanganan fraktur biasanya menyertai trauma untuk itu sangat penting untuk melakukan pemerikasaan terhadap jalan nafas,(air way), proses pernafasan (breathing), dan sirkulasi (crculation) apakah terjadi shok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada maslah lagi, baru di lakukan anemnesis dan pemeriksaan fisik secara terpencil, waktu terjadinya kecelakaan penting dinyatakan untuk mengetahui beberapa lama sampai di rumah sakit, meninggal golden periode 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semekin besar, lakukan anemnesis dan pemeriksaan fisik secara tepat, singkat dan lengkap. ( Mansjoer A. 2000).
Peran perawat pada kasus praktur meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien fraktur melalui metode ilmiah (Ilham, 2008).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasatertarik untuk membahas lebi lanjut mengenai fraktur dengan judul ”ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN FRAKTUR FEMUR DI RUANG BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ”.
B. Tujuan penulisan
1.      Tujuan umum
Untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada Tn. M dengan fraktur Femur  di ruang Bedah Rumah Sakit Umum Daerah  melalui pendekatan proses keperawatan secara Komprehensif.
2.      Tujuan  Khusus
a.       Dapat melakukan pengkajian keperawatan secara komprehensif pada Tn. M dengan fraktur Femur  di Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Daerah .
b.      Dapat mengidentifikasi masalah keperawatan berdasarkan data-data yang di peroleh pada Tn. M dengan fraktur Femur  di Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Daerah .
c.       Dapat merencanakan tindakan keperawatan pada Tn. M dengan fraktur Femur  di Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Daerah .
d.      Dapat mengevaluasi hasil tindakan yang di laksanakan terhadap tindakan pada   Tn. M dengan fraktur Femur  di Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Daerah.
e.       Dapat mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Tn. M dengan fraktur Femur  di Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Daerah .























BAB II
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas asuhan keperawatan pada pasien Tn. M dengan kasus fraktur femur di Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Daerah , penulis akan membahas permasalahan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Data yang penulis kumpulkan melalui wawancara langsung dengan pasien dan keluarga, observasi dan dokumentasi dan keperawatan.

A.      Pengkajian
Hasil pengkajian langsung dengan pasien didapatkan data sebagai berikut, pasien bernama Tn. M, umur 55 tahun, suku , agama Islam, pendidikan SMP, pekerjaan tani, alamat , Nomor Cm. 095388, masuk tanggal 18 Oktober 2011 dengan diagnosa medic Fraktur Femur tertutup, di Ruang Rawat Inap Bedah Umum Daerah .
Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih utuh (Mardhiya, 2009).
Secara teoritis kebanyakan fraktur terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan kenderaan bermotor atau mengalami jatuh dari ketinggian. Biasanya pasien mengalami trouma multipel yang menyertainya (Smeltzer, 2002).
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan terhadap pasien Tn. M didapatkan keluhan nyeri, akibat patah tertutup pada daerah femur sebelah kanan.
Secara tioritis nyeri dikarenakan kerusakan jaringan lunak dan plasma otot berperan terhadap terjadinya ketidak nyamanan: nyeri bersifat subjektif dan dapat dievaluasi melalui penggambaran sifat dan lokasinya, yaitu penting untuk menentukan penyebab ketidak nyamanan dan untuk mengusulkan intervensi, nyeri yang berkelanjutan dan menunjukan berkembangnya masalah neorovaskules (Smeltzer, 2002).
Pasien dibawa oleh keluarga ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah  pada tanggal 18 Oktober 2011 jam 09.30 wib pasien mengalami kecelakaan lalu lintas adanya luka lecet, pada lengan dan siku yang mengakibatkan patah dengan keluhan nyeri pada femur sebelah kanan dan adanya luka lecet, pada lengan dan siku. Pasien dalam keadaan sadar sepenuhnya, akibat kecelakaan sepeda motor tersebut pasien juga mengalami luka lecet, sehingga tidak dapat beristirahat dan beraktivitas. Pasien di tangani oleh dokter dan di berikan tindakan berupa, pemasangan cairan infus dan di lakukan pembidaian pada daerah femur sebelah kanan, pada tanggal 21 Oktober 2011 saat penulis melakukan pengkajian pasien mengatakan masih terasa nyeri khususnya saat mengerakan kaki dengan skala nyeri 9.
 Secara teori nyeri disebabkan kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang (Dake. 2012)
Pada riwayat dahulu, pasien mengatakan belum pernah mengalami fraktur atau trauma fisik seperti yang di deritanya sekarang dan belum pernah mengalami penyakit yang memerlukan  perawatan di rumah sakit. Pasien kadang-kadang mengalami pilek, sakit kepala dan sembuh dengan hanya berobat ke Puskesmas.
Secara teoritis, Kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Mardhiya, 2009).
Riwayat penyakit keluarga menurut keterangan pasien dan keluarga bahwa dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti yang di alami pasien sekarang dan tidak ada dalam keluarga pasien yang menderita penyakit menular seperti TB paru, dan penyakit keturunan lainnya seperti diabetes mellitus.
Secara tiori Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Mardhiya, 2009).
Pada nutrisi, sebelum sakit pasien makan secara teratur 3 kali sehari dengan menu berupa nasi dan lauk pauk, sayur-sayuran, buah-buahan dan sesekali makan mie. Selama sakit pola makan pasien terganggu, pasien mampu menghabiskan ½ dari porsi yang disediakan, karena sering timbul nyeri.
Secara teoritis, pasien fraktur femur mengalami ganguan pada pola nutrisi, karena keinginan pasien untuk makan terganggu dengan adanya nyeri yang berat pada daerah fraktur (Mardhiya, 2009)..
Pola eliminasi, sebelum Sakit pasien mengatakan BAB 1 kali sehari dengan konsistensi setengah padat, warna kuning. BAK lebih kurang 5-6 kali sehari berwarna kuning dan lancar. Selama sakit pola eliminasi pasien tidak terganggu. Pasien BAB dengan frekuensi BAB 1 kali sehari dengan konsistensi setengah padat, dan di BAB dibantu dengan menggunakan pispot karena pasien tidak bisa beranjak dari tempat tidur. BAK lebih kurang 5-6 kali sehari berwarna kuning dan lancar
Secara teoritis pasien fraktur femur mengalami ganguan pada pola nutrisi, karena keinginan pasien untuk makan terganggu dengan adanya nyeri yang berat pada daerah fraktur (Mardhiya, 2009)..
Pola istirahat, Sebelum sakit, kebutuhan istirahat pasien terpenuhi, pasien tidur sehari semalam 7-8 jam. Selama sakit pola istirahat pasien mengalami gangguan, pasien  hanya bisa tidur malam 4-5 jam dan tidur siang lebih kurang 1 jam karena nyeri dan tidak bisa bergerak.
Secara teoritis, Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Mardhiya, 2009).
Pola aktivitas, sebelum sakit pasien dapat beraktivitas melakukan kegiatannya sehari-hari sebagai petani. Selama sakit aktifitas dan kegiatan pasien terganggu sehingga harus di bantu oleh keluarga dan perawat seperti membantu pasien menyediakan tempat untuk BAB dan BAK, menyeka dan  memberi makan.
Secara teoritis pasien kehilangan fungsi pada bagian yang terkena, mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan nyeri (Ilham, 2008).
Personal hygiene, sebelum sakit pasien dapat merawat dirinya sendiri dalam sehari pasien mandi 2 kali, menyikat gigi 2 kali, menyuci rambut 1 kali dan mengganti baju sehabis mandi, selama sakit personal hygiene semuanya harus di bantu oleh perawat dan keluarga seperti dalam hal mandi, menyikat gigi dan mengganti baju.
Riwayat psikologis, pasien mampu menerima kondisinya yang sekarang dengan tabah dan harapan pasien penyakitnya cepat sembuh dan dapat berkumpul denga keluarga.
Menurut tioritis respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Mardhiya, 2009).
Riwayat spiritual Selama dalam perawatan pasien mampu dapat berinteraksi sosial dengan baik terhadap keluarga maupun keluarga pasien yang lain dan selama di rawat banyak sanak famili yang mengunjungi pasien.
Menurut teoritis untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien (Mardhiya, 2009)
Pada pemeriksaan umum didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis, berat badan sebelum sakit 55 kg, tinggi badan 165 kg, skala nyeri  9 (berat)
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan data: tekanan darah 120/110 mmHg,  suhu 37,5 °C, RR  20  x/m, dan nadi 80 x/m. Pada pemeriksaan Inspeksi didapatkan; kepala bentuk oval, benjolan tidak ada, kebersihan kulit kepala terjaga, bentuk mata agak sipit konjungtiva merah, lingkaran mata hitam, tidak ada sekret, penglihatan jelas, pergerakan mata normal, telinga bentuk simetris, serumen tidak ada, pendengaran baik, hidung: bentuk simetris, tidak ada sekret, tidak ada benjolan, kebersihan terjaga,  Kebersihan mulut terjaga, mukosa mulut kering, gigi tidak lengkap. ekspresi wajah meringis, wajah tampak cemas dan tidak bersemangat, gelisah dan wajah pasien tampak pucat, leher bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, lesi tidak ada, pergerakan normal, dada bentuk simetris, pergerakan dada teratur, abdomen, bentuk simetris, tidak di jumpai lesi, Integumen kulit kering, warna kulit agak hitam dan tidak ada lesi, Ekstremitas bawah: sebelah kanan tidak  bisa digerakkan karena pasien mengalami fraktur femur. Ekstremitas atas,  Pergerakan normal, bisa di gerakkan kesegala arah, terpasang IVFD Dextrose 5 %  dengan 20 tts/menit di tangan sebelah kanan, Genetalia menurut keterangan dari pasien tidak ada kelainan dengan alat genetalianya, Palpasi: turgor kulit jelek, adanya nyeri tekan pada daerah femur sebelah kanan (skala nyeri 9). Perkusi reflek patella sebelah kiri normal. Distensi abdomen tidak ada. Aukultasi, bunyi peristaltik usus menurun, bunyi tetak jantung lub-lub.
Secara teoritis, pemeriksaan fisik berdasarkan pengkajian neuromaskuler dari fraktur anggota gerak menyatakan nyeri pada lokasi fraktur terutama pada saat digerakkan, pembengkakan, pemendekan ekstremitas yang sakit, paralisis (hilangnya daya gerak), angulasi ekstremitas yang sakit, krepitasi (sensi keripik yang ditemukan bila mempalpasi patahan-patahan tulang), spasme otot, parestesia (penurunan sensasi), pucat dan tidak adanya denyut nadi pada  bagian distal pada lokasi fraktur bila alirah darah arteri terganggu oleh fraktur (Mardhiya, 2009).
B.       Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian dan analisa data yang penulis lakukan pada tanggal 03 sampai 05 Maret 2011 didapatkan. Diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn M dengan fraktur femur adalah nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasma otot sekunder akibat fraktur, Perubahan pola tidur berhubungan dengan kesulitan menjalani posisi yang biasa sekunder akibat nyeri. Intoleransi aktifitas behubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder akibat nyeri.
Secara teoritis, diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan fraktur adalah nyeri yang berhubungan dengan fraktur, resiko terhadap cidera yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, kurang perawatan diri yang berhubungan dengan hilangnya kemampuan menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari (Smeltzer, 2002).
Dari diagnosa keperawatan diatas dapat di lihat bahwa ada diagnosa keperawatan yang muncul pada tiori tapi tidak ada dikasus yaitu resiko terhadap cidera yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, diagnosa ini tidak muncul karena semua keperluan pasien dibantu oleh keluarga dan perawat
Masalah berikutnya yaitu kurang perawatan diri yang berhubungan dengan hilangnya kemampuan menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari, diagnosa ini tidak muncul pada pasien karena semua kebutuhan perawatan diri pasien dibantu keluarga dan perawat.
Selanjutnya penulis akan membahas diagnosa yang muncul pada kasus yaitu nyeri berhubungan troauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder akibat fraktur,
Secara tioriris nyeri disebabkan kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur dalam tulang (Dake, 2012)
Diagnosa kedua perubahan pola tidur berhubungan dengan kesulitan menjalani posisi yang biasa sekunder akibat nyeri.
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. (Marthia, 2009)..
Diagnosa ketiga intoleransi aktifitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder akibat nyeri
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. (Marthia, 2009).

C.      Perencanaan dan pelaksanaan
Rencana tindakan yang ada pada tinjauan kasus tidak jauh berbeda dengan apa yang tergambar dengan tinjauan teoritis, tetapi keadaan pasien, fasilitas dan prasarana rumah sakit akan mempengaruhi dalam penyusunan-penyusunan rencana keperawatan.
Prioritas masalah pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasma otot sekunder akibat fraktur, tujuan yang ingin dicapai yaitu nyeri berkurang dengan kriteria hasil pasien tidak lagi mengeluh nyeri, pasien tampak tenang. maka disusunlah rencana tindakan yang meliputi monitor dan kaji keadaan nyeri pasien,  beri kompres hangat pada daerah yang nyeri sesuai dengan yang dibutuhkan, maka implemantasi yang diberikan adalah mengkaji tingkat nyeri dengan mengunakan skala nyeri, memberikan kompres hangat pada daerah nyeri.
Secara tioritis mengkaji tingkat nyeri untuk dapat mengetahui penyebab timbulnya nyeri. memberikan kompres hangat pada daerah nyeri dengan memberikan konpres hangat akan terjadi fase pembersihan sehingga menguranggi rasa nyeri (Dake, 2012)
Prioritas masalah kedua yaitu Perubahan pola tidur berhubungan dengan kesulitan menjalani posisi yang biasa sekunder akibat nyeri tujuan yang ingin dicapai yaitu kebutuhan istirahat pasien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil keadaan umum membaik, pasien dapat beristirahat dengan tenang dan nyaman, maka disusunlah rencana tindakan yang meliputi atur posisi tidur yang nyaman, ciptakan suasana yang tenang dan nyaman, maka implementasi yang diberikan mengatur posisi tidur semi folwer atau foler berganti arah sesuai keinginan pasien, mengajurkan pada keluarga agar tidak ribut dalam ruangan.
Secara tioritis dengan mengatur posisi tidur mengurangi nyeri yang dirasakan pasien, menganjurkan pada keluarga agar tidak ribut dalam ruangan agar meningkatkan kenyamanan pasien beristirahat (Sarono, 2007)
Prioritas masalah ketiga yaitu Intoleransi aktifitas behubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder akibat nyeri dengan kriteria hasil keadaan umum membaik dan pasien sudah dapat melakukan aktivitas sendiri, maka disusunlah rencana tindakan yang meliputi berikan bantuan pada aktivitas kehidupan sehari-hari sesuai kebutuhan dan rencanakan istirahat selama siang hari, bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan, dan implementasi yang diberikan adalah membantu pasien dalam melakukan aktifitas perawatan diri dan menganjurkan keluarga untuk membantu perawatan pasien.
Secara teoritis dengan membantu aktivitas pasien dapat mengurangi pengunaan energi pasien, meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen, tirah baring dipertahankan selama pasien takut untuk menurunkan kebutuhan metabolik (Dake, 2012).
E.        Evaluasi
Evaluasi atau penilaian dilakukan secara terus-menerus dan kesinambungan dengan cara mengamati langsung perubahan-perubahan yang terjadi pada pasien, pada prinsipnya tidak semua masalah dapat teratasi dengan sempurna sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan, adanya kerjasama yang baik antara tim kesehatan dan keluarga dalam asuhan keperawatan yang efektif, serta tersedianya fasilitas yang diperlukan sangat membantu dalam perawatan pasien Adapun hasil evaluasi asuhan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan masalah yang timbul pada Tn. M adalah nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasma otot sekunder akibat fraktur tidak semua masalah yang timbul dapat teratasi. Tujuan yang ingin dicapai yaitu nyeri berkurang, pasien tampak tenang, skala nyeri 3 masalah teratasi sebagian sampai hari terakhir perawatan.
Diagnosa kedua Perubahan pola tidur berhubungan dengan kesulitan menjalani posisi yang biasa sekunder akibat nyeri, Tujuan yang ingin dicapai yaitu kebutuhan istirahat pasien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil keadaan umum yang baik, pasien dapat beristirahat dengan tenang dan nyaman. Masalah teratasi sampai hari terakhir perawatan, dimana pasien sudah mulai tidur ± 7 jam.
Diagnosa ketiga Intoleransi aktifitas behubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder akibat nyeri. Tujuan yang diharapkan adalah aktifitas pasien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil keadaan umum membaik, pasien mampu melakukan aktifitas, masalah belum dapat diatasi sampai hari terakhir perawatan dimana pasien mengatakan tidak dapat beraktifitas.

























BAB III
PENUTUP

Berdasarkan uraian yang telah penulis uraikan dalam BAB I dan BAB II maka pada BAB III laporan studi kasus penulis akan mengambil beberapa kesimpulan dan saran-saran dengan harapan akan dapat menyempurnakan pelayanan kepada pasien fraktur femur khususnya dan kemampuan pelaksanaan asuhan keperawatan pada umumnya.
A.    Kesimpulan
1.      Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan umumnya di sebabkan oleh ruda paksa, akibat fraktur tertutup pada daerah femur sebelah kanan
2.      Pada Pengkajian Tn M didapatkan keluhan nyeri akibat fraktur
3.      Diagnosa yang timbul pada Tn.M dengan fraktur femur adalah nyeri, perubahan pola tidur, dan intoleransi aktifitas.
4.      Intervensi keperawatan yang diberikan pada Tn.M sesuai dengan intervensi dan diperioritaskan sesuai dengan kebutuhan yang diarahkan untuk mengurangi nyeri, memenuhi kebutuhan tidur pasien dan memenuhi pola aktivitas pasien.
5.      Dalam melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien dan disesuaikan dengan masalah dan rencana keperawatan yang telah disusun dari tindakan kolaboratif kesehatan lain seperti tim medis dan ahli gizi. Implemantasi yang diberikan antara lain mengkaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien, mengatur posisi tidur semi fowler atau fowler bergantian arah sesuai dengan keinginan pasien, memberikan bantuan pada aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan.
6.      Dari hasil evaluasi yang telah dilakukan pada pasien Fraktur Femur diketahui masalah yang teratasi adalah perubahan pola tidur, sedangkan yang teratasi sebagian nyeri, dan masalah intoleransi aktifitas belum teratasi.
B.    Saran-Saran
1.      Untuk semua perawat hendaknya berupaya dalam melaksanakan asuhan keperawatan menyeluruh dengan melihat aspek bio-psiko-sosial yang disesuiakan dengan tingkat kebutuhan dan perkembangan pasien.
2.      Asuhan keperawatan yang dilaksanakan hendaknya melibatkan tim kesehatan keperawatan dan pasien atau keluarga secara konsisten dan bertanggung jawab sesuai dengan mengoptimalkan keluarga/pasien.
3.      Pendidikan kesehatan yang diberikan pada Tn. M  keluarga hendaknya harus diberikan secara intensif sesuai tingkat kemampuannya untuk dapat mengusahakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pengobatan perawatan selama dirumah sakit atau dirumahnya. Dan menganjurkan untuk berhati-hati dalam berkenderaan dijalan raya.
4.      Pada evaluasi ini tindakan hendaknya dalam memberi perawatan mampu melakukan penilaian dengan baik terhadap rencana tindakan keperawatan sesuai dengan tujuan yang diharapkkan.
5.      Kami himbau kepada segenap tenaga keperawatan maupun tim medis agar lebih mengutamakan kepentingan pasien di antara kepentingan pribadi

0 komentar:

Post a Comment