Saturday 25 May 2013

Gambaran Pengetahuan Kepala Keluarga Tentang Kondisi Rumah Yang Sehat Di Desa



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang.
    Empat program yang menjadi fokus program 100 hari Depertemen Kesehatan, yaitu peningkatan pembiayaan kesehatan, untuk memberi jaminan kesehatan masyarakat, peningkatan kesehatan masyarakat untuk mempercepat pencapaian target Milenium Development Goals (MDGs) pengendalian penyakit dan penangulangan masalah kesehatan akibat bencana dan peningkatan ketersediaan, pemerataan kualitas tenaga kesehatan terutama di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK) (Mediacom, 2009).
Menurut Hasil Reskesadas tahuh 2010 Dalam memantau akses terhadap fasilitas sanitasi layak digunakan indikator penggunaan sarana pembuangan kotoran (jamban) yang meliputi pemilikan, jenis kloset dan sarana pembuangan akhir tinja. Dikatakan layak apabila sarana tersebut milik sendiri atau bersama, kloset jenis leher angsa dan pembuangan akhir tinjanya ke tangki septik atau SPAL. Dalam Riskesdas 2010, pilihan jawaban pembuangan akhir tinja dipisah antara tangki septik dan SPAL, sedangkan pada Susenas masih digabung (Tangki septik/SPAL). Dari tabel di atas tampak bahwa akses penduduk atau rumahtangga terhadap fasilitas sanitasi layak sebesar 55,53 persen, paling tinggi adalah Provinsi DKI Jakarta (82,83%) dan terendah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (25,35%). Menurut kualifikasi daerah, akses terhadap fasilitas sanitasi layak di perkotaan hampir dua kali lipat (71,45%) dibandingkan dengan di perdesaan (38,55%). Sedangkan menurut kuintil pengeluaran rumahtangga, semakin tinggi penghasilan semakin tinggi pula yang akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak
Upaya penyehatan lingkungan dan perbaikan perumahan merupakan suatu pencegahan terhadap berbagai kondisi yang mungkin dapat menimbulkan penyakit. Dari laporan Dinas Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2006 menunjukkan bahwa jumlah rumah di perkotaan yang memenuhi syarat kesehatan diperkirakan sebanyak 70,84%, cakupan pengguna jamban sebesar 68.91% dan cakupan penggunaan SPAL sebanyak 54,76%. Sedangkan di pedesaan jumlah rumah yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 44,19%, cakupan pengguna, jamban sebesar 41,12% dan cakupan pengguna SPAL sebanyak 42,51 % (Profil Kesehatan NAD, 2006).
Pada tahun 2007 telah dilakukan pemeriksaan rumah sehat di beberapa Kabupaten /Kota di Propinsi NAD menunjukkan kondisi 42,20% dinyatakan sehat dari 401.780 rumah yang dilakukan pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan rumah di seluruh Kabupaten / Kota memiliki rumah sehat di bawah 50 % sedangkan target dari indikator Indonesia sehat 2010 adalah 80 %. Sedangkan keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar dari hasil pendataan yang dilakukan oleh Kabupaten / Kota yaitu ketersediaan air bersih mencapai 64,99% ketersediaan jamban keluarga 68,54% ketersediaan tempat sampah 52,12% dan tempat pengelolaan air limbah keluarga 38,36%. Dari data yang ada program sosialisasi terhadap masyarakat untuk membangun rumah sehat perlu terus dilakukan sehingga pencegahan terhadap penyakit vektor dapat diperkecil dan penyebab penyakit lainnya dari lingkungan sekitar rumah, kepemilikan sanitasi dasar yang meliputi persediaan air bersih, jamban keluarga, tempat sampah dan pengelolaan air limbah rumah tangga keseluruhan hal tersebut sangat diperlukan di dalam peningkatan kesehatan lingkungan. (Profil Kesehatan NAD, 2007).

0 komentar:

Post a Comment