Saturday 16 March 2013

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Membaca



2.2.1 Minat Baca
Minat baca merupakan ciri kemajuan suatu bangsa atau masyarakat. Bangsa atau masyarakat yang maju selalu menempatkan kebiasaan membaca sebagai salah satu kebiasaan hidupnya sehingga tercipta masyarakat yang senang membaca.
Minat baca sering dikaitkan dengan mutu buku. Padahal buku-buku terjemahan, buku-buku bernahasa asing pun saat ini telah banyak beredar di Indonesia. Kalau dulu memang penerbitan buku di Indonesia hanya 5.000 judul per tahun, tapi saat sekarang ini telah hampir 10.000 judul per tahun.
Kita menyadari bahwa kurikulum kita sudah sarat dengan berbagai mata pelajaran. Tapi mengapa Depertemen Pendidikan tidak mewajibkan kepada “Murid” untuk membaca satu buku saja dalam satu minggu, dan di murid diminta untuk menuliskan synopsis dari buku yang dibacanya. Hal ini dilakukan di Malaysia beberapa tahun lalu, sehingga satu anak dalam satu tahun harus membaca 54 buku bacaan. Akhirnya bukan mustahil penulis remaja akan tumbuh dimasa yang akan datang (Sanjaya, 2001: 221).
Untuk meningkatkan minat baca pemerintah telah mencanangkan bulan Mei ada peringatan Hari Buku Nasional. Dan  tiap bulan September diperingati sebagai bulan Gemar Membaca dan Hari Kunjungan Perpustakaan. Melalui kedua peringatan ini diharapkan masyarakat menjadi gemar membaca. Persoalan membaca yang selalu mengemuka, terutama dikalangan pelajar kita. Adalah bagaimana cara menimbulkan minat baca dan cara membaca yang baik.
Memupuk minat baca merupakan proses pelatihan yang dilakukan secara terus-menerus. Oleh sebab itu permulaan pelatihan membaca harus dilakukan sejak anak usia dini, usia pra-sekolah. Tugas orang tua adalah bagaimana membuat lingkungan rumah penuh dengan bahan bacaan. Di Negara-negara maju, memiliki perpustakaan pribadi sudah merupakan tradisi dan kebanggaan.
Minat baca yang rendah mempengaruhi kemampuan anak didik dan secara tidak langsung berakibat pada rendahnya daya saing mereka dalam percaturan internasional. Sejarah belum mencatat ada orang pintar dan hebat yang tidak banyak mambaca. Saying hal ini belum menjadi perhatian serius kebanyakan para orang tua. Gerakan pemberantasan buta huruf yang sudah lama dicanangkan pemerintah tidak akan berhasil dengan baik tanpa dukungan dari orang tua sebagai ujung tombak pendidikan anak dalam keluarga. Bahkan Hari Buku Nasional pun terlewatkan begitu saja (Sanjaya, 2001: 223).
Dengan timbulnya minat baca yang tinggi dan didorong tersedianya bahan bacaan yang bagus dan murah, adalah gerbang pengetahuan yang dapat mengantarkan kepada kehidupan masyarakat yang mencerahkan.
Mengapa seseorang tidak memiliki minat baca ? Jawabannya ada tiga macam:
1)  Karena memang sudah warisan dari orang tua. Mulai dari kakek-nenek memang tidak suka membaca dan itu sudah ada dalam DNA anda sampai hari ini. Sifat ini deteruskan dari generasi ke generasi berikutnya dan anda mewarisinya. Inilah yang disebut dengan determinisme genetis.
2)  Tidak sedang membaca, karena memang sejak kecil dibesarkan oleh oleh orang tua yang tidak pernah mendekatkan diri anda dengan bacaan. Saya tidak sedang membaca memang tidak diberi teladan oleh orang tua malah orang tua Anda selalu mengatakan bahwa membaca itu perbuatan yang hanya buang waktu saja. Pengasuhan anda, pengalaman masa kanak-kanak anda pada dasarnya membentuk kecenderungan pribadi dan sususan karakter anda. Itulah sebabnya anda tidak senang membaca.Inilah yang disebut dengan determinisme psikis.
3) Determinisme lingkungan pada dasarnya mengatakan bahwa anda tidak senang membaca karena atasan atau bawahan, teman-teman, dan guru atau dosen ada juga tidak senang membaca; di samping itu juga di rumah, di kantor, di sekolah tidak disediakan perpustakaan; serta tidak ada peraturan perusahaan yang mengharuskan anda untuk membaca; situasi ekonomi yang kurang mendukung dan tidak adanya kebijakan nasional tentang minat baca. Seseorang atau sesuatu di lingkungan andalah yang bertanggung jawab atas tidak adanya minat baca pada diri anda.
Ketiga macam determinan di atas dilandasi oleh teori stimulus/respons yang sering kita hubungkan dengan eksperimen Pavlov dengan anjingnya. Gagasan dasarnya adalah bahwa kita dikondisikan untuk berespons dengan cara tertentu terhadap stimulus tertentu (Covey, 1997: 215)
Masalah minat baca ini akan menjadi malapetaka bagi bangsa jika tidak segera diatasi bersama. Dan mengatasinya pun tidak dengan tampal sulam. Keluarga harus menjadikan membaca sebagai kegemaran sejak dini. Sekolah harus menetapkan sistim pendidikan yang mengairahkan minat membaca. Dan pemerintah harus menyediakan dana cukup bagi perpustakaan serta mendorong tumbuhnya budaya membaca.

2.2.2 Budaya Baca
Budaya baca nasional kini masih menghadapi tantangan besar, terutama karena banyaknya akses budaya pop barat masuk Indonesia yang tidak mencerminkan nilai budaya, karakter serta identitas bangsa.
Budaya pop barat yang mendunia, menurut mantan rector ITB Iskandar Alisjahbana, merupakan dampak dari gelombang peradapan teknilogi dan informasi ang melahirkan era industry rekreasi dan hiburan. Budaya pop barat ini telah merusak mental kaum muda kita. Sebagai eksesnya adalah aksi vandalism, anarkisme, narkoba, tawuran dan seks bebas (Omar, 2007).
Timbulnya masalah krusial, hal ini terkait dengan kebiasaan membaca (reading habit) buku bermutu di Indonesia yang belum membudaya, sehingga kita tidak siap membendung akses budaya pop barat. Jadi jelas tesis pemikiran Neil Postman bahwa dunia hiburan dapat membangkrutkan budaya sebuah bangsa, nampaknya lebih ditujukan kepada bangsa dengan tradisi membaca yang lemah.
Dibandingkan negara maju yang tingkat budaya bacanya, generasi muda kita masih  ketinggalan jauh dalam kualitas SDM, karena kualitas SDM suatu bangsa berbanding lurus dengan tingkat budaya bacanya. Negara maju seperti Jepang dan Inggris, sudah lepas landas ke fase masyarakat belajar (learning society) (Omar, 2007).
Sedangkan kita dalam hal budaya baca saja masih lemah. Akibatnya, etos belajar generasi muda kita serta kualitas SDM-nya lemah, sampai-sampai mereka lalai terhadap masa depan bangsa.
Minat membaca siswa dan budaya membaca siswa tidak terlepas dari motivasi yang dimiliki anak untuk membaca, motivasi merupakan dasar yang sangat baik untuk menumbuhkan minat membaca dan akhirnya menjadi budaya membaca siswa yang akan tetap dibawa sampai desawa dan sampai waktunya mengajarkan budaya baca ini pada anak-anaknya kelak (Kartono, 2006).
Bahkan dalam Al-Quran surat Ar-Ra’d ayat 11 dengan jelas mengisyaratkan Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dari ayat ini jelas hanya motivasi yang tinggi yang dapat menimbulkan budaya baca.

2.2.3  Motivasi membaca
Motivasi adalah keadaan dalam diri individu yang memunculkan, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan kata lain menurut Kartini Kartono motivasi adalah dorongan terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu. Dengan dorongan (driving force) di sini dimaksudkan: desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup dan merupakan kecenderungan untuk mempertahankan hidup (Kartono, 2006).
Sesungguhnya upaya menumbuhkan motivasi membaca dapat bersumber dari empat dimensi manusia (mental, emosional, spiritual, dan fisik). Dengan menghidupkan satu atau lebih dimensi manusia tersebut seseorang dapat termotivasi dalam membaca. Keempat dimensi tersebut apabila diartikulasikan kedalam bentuk kegiatan manusia maka akan seperti berikut: Visualisasi (visualitation) untuk dimensi mental; Tanggung jawab (responsibility) untuk dimensi spiritual; Kenyamanan dan kesukaan (excited) untuk dimensi emosional; Gerakan (move) untuk dimensi fisik. Manusia pada dasarnya memiliki kemampuan memotivasi diri untuk membaca yang tidak terbatas. Semakin besar upaya untuk menyalakan sumber pemicu motivasi semakin besar motivasi yang dihasilkan. Akan tetapi untuk memulainya, langkah yang paling awal dan paling penting adalah melakukan penyadaran (Kartono, 2006).

0 komentar:

Post a Comment